Pada 10 Januari 2025, Panitia Seleksi (Pansel) Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP) Papua Barat Daya mengumumkan hasil seleksi berkas calon anggota DPRP. Maria Kebar, seorang tokoh perempuan dari Kabupaten Tambrauw, melayangkan protes atas ketidakpuasannya terhadap hasil tersebut. Ia menyoroti adanya dugaan pelanggaran prosedur dalam proses seleksi.

Kronologi Kejadian:

  • 17 Desember 2024: Dalam musyawarah adat di Fef yang melibatkan Pansel Papua Barat Daya dan lembaga adat Kabupaten Tambrauw, disepakati tiga nama calon: Yanwarius Sedik, Thomas Gewab, dan Maria M. Kebar. Maria adalah satu-satunya perempuan yang memenuhi kuota 30 persen keterwakilan perempuan.
  • 10 Januari 2025: Pansel mengumumkan hasil seleksi berkas. Maria Kebar menemukan nama Simon Petrus Baru dalam daftar tersebut, yang menurutnya tidak mengikuti prosedur atau tahapan yang ditetapkan. Ia menyebut masuknya nama tersebut sebagai tindakan “lompat jendela” yang tidak beretika.

Tuntutan Maria Kebar:

  • Meminta Pansel meninjau ulang hasil seleksi berkas, khususnya untuk formasi Kabupaten Tambrauw.
  • Memastikan keterwakilan perempuan sesuai kuota yang telah ditetapkan.
  • Mendapatkan dukungan dari masyarakat adat, keluarga besar Mpur, serta lembaga adat untuk menolak hasil seleksi yang dianggap tidak transparan dan tidak adil.
  • Mengancam akan menggerakkan massa untuk melakukan aksi protes ke Kantor Wali Kota dan Sekretariat Daerah jika tuntutannya tidak dipenuhi.

Menanggapi protes tersebut, Penjabat Gubernur Papua Barat Daya, Mohammad Musa’ad, menyatakan akan memanggil Pansel guna mendapatkan informasi dan laporan lengkap tentang proses seleksi yang telah dilakukan. Ia menegaskan bahwa sepanjang Pansel bekerja sesuai aturan dan bisa dipertanggungjawabkan, intervensi tidak akan dilakukan. Namun, jika ditemukan ketidaksesuaian, seperti nama yang tiba-tiba hilang, maka akan diteliti lebih lanjut.

Hingga saat ini, belum ada tanggapan resmi dari Pansel terkait tudingan Maria Kebar.